Rekaman tertulis dalam tradisi sejarah masyarakat berbagai daerah di Indonesia
Cerita-cerita yang terdapat di berbagai daerah dapat memberi petunjuk ke arah fakta-fakta sejarah dari suatu suku bangsa. Setelah suku bangsa itu bangsa yang bersangkutan mengenal tulisan tradisional dan mempunyai suatu kesastraan tradisional yaitu petunjuk ke arah fakta-fakta secara di semakin banyak dan semakin jelas. Dan terdapat ribuan naskah-naskah dari karya kesusastraan tradisional yang sampai saat ini. Naskah naskah tersebut yang banyak dikenal dalam tradisi tulis berupa kakawin, babad, serat, piwulang primbon dan Suluk. Karya-karya tersebut menurut James Dananjaya dapat digolongkan sebagai faktor yang dapat digunakan sebagai sumber penulisan.
Seseorang peneliti yang telah meneliti cerita rakyat Bugis misalnya, akan mencari beberapa keterangan yang mengenai asal mula suku bangsa Bugis tersebut. Iya harus menganalisa beberapa benda ataupun kebudayaan suku bangsa Bugis yang mereka temukan di daerah sekitar lokasi penelitian yang ada. Iya juga harus berusaha keras untuk membaca dan mempelajari tulisan-tulisan tersebut yang seringkali termuat dalam berpuluh-puluh naskah lama atau naskah kuno dalam tulisan tradisional tersebut. Naskah tersebut biasanya mengurangi kehidupan masyarakat dan adat istiadat di kerajaan-kerajaan Bugis. Naskah tersebut jumlahnya banyak sehingga perlu dipelajari dan diseleksi lagi untuk mendapatkan naskah-naskah yang khusus relevan bagi peneliti dan yang dapat memberikan keterangan mengenai asal muasal rakyat bugis.
Setelah suku bangsa tersebut menjalani kontak dengan bangsa-bangsa yang lain, maka semakin banyak sumber-sumber sejarah yang dapat digunakan. Karena biasanya para Pendatang Asing itu melakukan sebuah pencatatan tentang banyak hal yang mengenai masyarakat pada bangsa tersebut. Biasanya keterangan itu ditulis dalam salah satu bahasa Eropa yaitu, Inggris, Prancis, Portugal, Spanyol atau Jerman. Ada juga yang ditulis menggunakan bahasa Asia seperti Arab Persia dan Cina. Dan adat istiadat Bugis yaitu dari bangsa Belanda, khususnya para pendeta.
Prasasti merupakan peninggalan yang tertulis yang telah dipahat baik dari batu ataupun logam. Ada beberapa prasasti yang telah ditemukan kurang lebih 3000 prasasti yang berhasil ditemukan dari zaman Indonesia klasik. Prasasti merupakan salah satu dokumentasi resmi yang dikeluarkan oleh beberapa raja atau pejabat tinggi kerajaan kuno. Prasasti ini umumnya memiliki bentuk dan susunan yang hampir sama serupa yaitu, diawali dengan uraian pembebasan tanah yang disertai dengan angka tahun, batas dari ukuran tanah yang telah dibebaskan daftar orang-orang yang diserahi melaksanakan tugas, Diah yang disediakan untuk keselamatan, selanjutnya upacara yang dilakukan dan yang akhirnya kutukan kutukan terhadap mereka yang tidak mentaati yang ditetapkan oleh raja.
Prasasti Yupa yang dikeluarkan oleh Raja Mulawarman Kutai, Kalimantan Timur menunjukkan bahwa proses penghinduan selain penggunaan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta pada prasastinya, nama raja pun juga menunjukkan proses penyembuhan. Nama keturunan kunduga(nama penduduk asli setempat) menjadi bernama Mulawarman (nama Sansekerta). Begitu juga prasasti Raja Purnawarman Sanjaya (anak sana, orang Indonesia),gajana(sebelumnya bernama limwa,nama indonesia). Akan tetapi seperti di Sumatera prasasti-prasasti Sriwijaya Sudah ditulis dengan bahasa Melayu kuno. Isinya pun terutama yang berupa sumpah ataupun kutukan yang khas Indonesia. Demikian nama-nama pangkat serta jabatannya.
Huruf Pallawa Indonesia telah berubah menjadi huruf Kawi (Jawa kuno). Bentuk huruf atau simbol simbol tersebut digunakan dalam huruf Kawi merupakan bentuk khas Jawa. Jejak Prasasti Dinoyo dari tahun 682 Saga (760 m) yang telah ditemukan di Malang, huruf kami ini menjadi huruf yang dipakai di seluruh Indonesia. Menjelang abad ke-8 maka bahasanya pun bukan laki bahasa Sansekerta yang menjadi bahasa resmi melainkan bahasa Kawi alias Jawa kuno. Bahasa dan huruf k w selanjutnya menjadi bahasa dan tulisan resmi di Indonesia Classic. Ada juga pengecualiannya semisalnya prasasti Raja Raja Syailendra di Jawa Tengah yang menggunakan huruf dewanagari dan bahasa Sansekerta. Akan tetapi perannya untuk masa-masa berikutnya tidak banyak.
2. Kitab kuno
Kitab Kuno dari zaman Hindu Budha hingga perkembangan Islam dikemas dalam bentuk sastra baik prosa maupun puisi. Karya sastra yang berhubungan dengan beberapa sejarah yang disebut sebagai sastra sejarah. Dalam sastra sejarah aspek-aspek sastranya terdiri dari berapa unsur fiktif atau fantasi yang dikemas dalam bentuk mitologi (cerita dewa dewi) Legenda hagiografi (ajaran tentang akhirnya zaman) Adapun unsur sejarahnya tampak dalam nama-nama tokoh sejarahnya, seperti Ken Arok, Kendedes, pemanahan, Panembahan Senopati dan Iskandar Zulkarnain.
Dalam karya sastra sejarah unsur fiktif dan fakta sejarah bercampur Baur. Misalnya Ken Arok dalam pararaton dikatakan sebagai anak Dewa Brahma dengan kehendak serta Titisan Dewa Wisnu. Di Madura para penguasa keturunan rasena atau cakraningrat dianggap sebagai keturunan Aria Menag sunaya dan Bidadari Tanjung biru bulan. Dalam Babad Tanah Jawi, Raja Mataram Islam dipercaya sebagai keturunan Ki Bondan kejawan alias Jaka Tarub dengan Bidadari nawangwulan. Karena penulisannya dilakukan secara tradisional, maka sesungguhnya tidak menggunakan metode penulisan sejarah yang ilmiah. Karya sastra sejarah sendiri kemudian dikenal sebagai penulisan sejarah tradisional.
Untuk dapat menggunakan karya sastra tersebut, sejarah atau historiografi tradisional sebagai sumber maka diperlukan sebuah alat analisa yang berupa ilmu bantu sejarah yang konsep-konsepnya dapat dipinjam untuk membantu dan memahami atau menganalisa suatu peristiwa sejarah, seperti genealogy, filologi, sosiologi, dan arkeologi.
0 Response to "Rekaman tertulis dalam tradisi sejarah masyarakat berbagai daerah di Indonesia"
Post a Comment