-->

Seni Tari Dan Musik Menyusun gagasan tari kreasi tunggal nusantara

Berdasarkan atas bentuk koreografinya, tari dapat dibagi menjadi beberapa bentuk yaitu tari tunggal (Solo), tari duet (pas de deux)atau massal berpasangan dan tari kelompok (grup choreography). Pembagian semacam ini berdasarkan atas jumlah penarinya. Berdasarkan atas temanya, tari dibagi menjadi dua yaitu tari dramatik dan tari non dramatik. Tari dramatik Ya Allah tari yang bercerita baik itu dilakukan oleh seorang penari maupun oleh beberapa orang penari. Tari dramatik di Indonesia pada umumnya berbentuk Drama Tari, misalnya wayang wong dari Jawa Tengah, langendriyan dari Surakarta, Langen Mandra Wanara dari Yogyakarta, sendra tari dari Jawa Bali Sumatera, dan masih banyak lagi. Yang berbentuk tari tunggal dan buat misalnya: golek (Jawa Tengah), topeng (Jawa Barat), oleg tambulilingan (Bali), dan lain-lain. Adapun tari non dramatik ialah tari yang tidak menyampaikan cerita atau drama misalnya tari Pendet dan Joget (Bali), tayub (Jawa Tengah), tari Gending Sriwijaya (Sumatera Selatan), tari ibling penca(jabar)dan sbaganya.

Sesuai dengan namanya maka tari tunggal Solo ditarikan oleh seorang penari. Pengertian tunggal ini akan menjadi rasul ketika seorang menarikan tari berpasangan, tetapi ditarikan sendirian dan disebut sebagai tari tunggal. Meskipun banyak alasan dapat dikemukakan akan tetapi tari berpasangan jelas disusun oleh ditarikan oleh dua orang secara berpasangan yang menggambarkan tokoh pria dan wanita. Oleh sebab itu ketika Suatu bentuk tari berpasangan ditarikan oleh penari tunggal, bukan berarti lalu menjadi tari tunggal. Bagaimanapun juga gerakan tari itu telah disusun sedemikian rupa untuk mengembangkan sepasang kekasih, Tengah, berkasih-kasihan, atau lawan yang atau berperang atau berkelahi. Sebagai contoh tari karonsih atau Handoko Bugis yang disusun oleh koreografer S maridi dari Solo. Tari karonsih menggambarkan sepasang kekasih yang sedang bercengkrama atau berkasih-kasihan. Meskipun ditarikan sendirian tetapi gerak tari itu akan tetap menunjukkan orang yang tengah berkasih-kasihan. Apalagi jika didukung dengan suara musik dengan syair yang menyiratkan peristiwa itu maka semakin jelas bahwa Tari itu adalah tari berpasangan. Demikian juga dengan hari Handoko Bugis disusun untuk dua penari yang tegah berkelahi. Andai suatu saat ditarikan oleh seorang penari(karena tidak punya lawan atau alasan lain) maka tetap tidak bisa disebut sebagai tari tunggal.

Sebelum berangan-angan membuat susunan tari tunggal, seseorang harus mempelajari suatu jenis tari milik etnik tertentu yang ada di nusantara. Selama ini Bali, Jawa, Sunda, Minang, Aceh, Makassar, Bugis dan beberapa etnik lain dikenal memiliki tari tradisional yang sangat kuat dan mantap. Semua itu berkait erat dengan adat istiadatnya, upacara, keyakinan dan sosial yang selalu melibatkan tarian di dalamnya. Selain itu juga dalam proses penuangan gagasan menjadi suatu karya seni tari, peran pelatih, guru, senior, empu dan tokoh tari setempat sangatlah diperhitungkan. Didik Nini Thowok, Sebelum menjadi koreografer handal dan terkenal di Indonesia dan internasional, pernah belajar menari Bali pada seorang tukang cukur yang kebetulan pemain kesenian tradisional ketoprak di Magelang. Memahami karakteristik etnik atau orang lain di dalam berkarya seni sangatlah penting. Ada cerita menarik ketika S maridi koreografer tari Jawa Tengah latihan menari Handoko Bugis di Istana Merdeka tahun 1960 an. Pada waktu itu Bung Karno Presiden pertama Republik Indonesia ikut melihat latihan gladi bersih dan yang akan digunakan untuk menghibur Gubernur dari seluruh Indonesia. Sebagai kepala negara yang Berjiwa nasional list Bung Karno merasa aneh dan tidak setuju dengan ending tarian itu. Mengingat Ari Handoko cookies disusun oleh orang Jawa tentu saja kemenangan berada di pihak orang Jawa. Oleh sebab itu Bung Karno ending Tari itu supaya diganti lebih nationalist yaitu seri (dengan ditunjukkan melalui saling makhluk setelah berkelahi). Selain lebih nationalist dan sportif, pertunjukan itu tidak menyakiti hati siapapun yang melihat. Itulah perlunya memahami karakteristik etnik atau orang lain agar tidak menyinggung perasaan dan menimbulkan sentimen sara. Pemahaman lain misalnya soal estetik dari suatu etnik.

Sementara itu estetika tari Papua terletak pada gerakan kaki dan tangan yang dinamis. Tarian Papua pada umumnya mengekspresikan siklus kehidupan dan ide yang terkandung di dalamnya. Siklus kehidupan itu tampak pada getaran hentakan kaki, lambaian tangan, getaran lutut, paha dan pinggul atau anggota tubuh lainnya. Oleh sebab itu mencoba membuat koreografi tari Papua harus senantiasa mengingat gerak dasar tersebut. Itupun gerakan yang dibuat koreografer di luar etnik Papua tetap dirasakan kurang pas dengan cita rasa estetis masyarakat setempat. Misalnya getaran hentakan kaki, lambaian tangan, getaran lutut, paha, pinggang seperti apa yang dianggap memenuhi kriteria estetik mereka. Meskipun sekolah mudah hanya persoalan yang mengetarkan bagian tubuh tertentu maka gerakan gitar yang telah dibangun melalui waktu bertahun-tahun akan berbeda dengan gerakan getar yang hanya dilakukan setelah melihat penari Papua bergerak menari. Untuk menghindari kesalahpahaman langkah paling mudah adalah pertanyaan langsung kepada etnik pemilik suatu tarian supaya tidak terjadi saling menyalahkan.

0 Response to "Seni Tari Dan Musik Menyusun gagasan tari kreasi tunggal nusantara"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel